COACHING
A. COACHING
1. Pengertian Coaching
Coaching adalah sebuah
proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan
sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja,
pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee
(Grant, 1999) .
Coaching
melatih seseorang untuk mengelola cara kerja otaknya sehingga mampu
menghasilkan performa yang lebih baik, mampu menjadi pemimpin bagi diri
sendiri, mampu menjadi manusia pembelajar, mampu menyesuaikan dengan kondisi
sekarang untuk terus berkembang dan tumbuh, serta mampu mengaktualisasikan ide
dan pemikirannya sehingga orang tersebut bisa mengandalkan diri sendiri untuk
menghasilkan keputusan dan tindakan yang “lebih” baik lagi. Orang yang
melakukan Coaching disebut Coach dan
orang yang menerima Coaching disebut
coachee
2. Keterampilan yang mendukung Coaching
Keterampilan Coaching ini
sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. empat aspek
berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung
praktik Coaching kita.
a)
Komunikasi asertif
b)
Pendengar aktif
c)
Bertanya efektif
d)
Umpan balik positif
3. Kompetensi dasar bagi seorang coach
Selain
keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh
seorang coach. International Coach Federation (ICF) memberikan
acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi
seorang coach yaitu:
a.
keterampilan membangun dasar proses Coaching
b.
keterampilan membangun hubungan baik
c.
keterampilan berkomunikasi
d.
keterampilan memfasilitasi pembelajaran
Berkomunikasi
secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi
lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman
dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa
hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain.
4. Perbedaan Coaching, Counseling, dan Mentoring
Dalam Coaching tujuan yang hendak dicapai merupakan tanggung jawab klien, sementara coach bertugas menjadi partner sepanjang proses mencapai tujuan Coaching berfokus terhadap masa depan (move forward. Konseling menekankan kepada pemulihan masa lalu yang selama ini membuat seseorang terjebak di suatu kondisi, sehingga ia sulit mencapai tujuan hidupnya. Sedangkan mentoring adalah proses belajar kepada seseorang yang dianggap lebih ahli dan berpengalaman dalam bidang tertentu.
5. TIRTA sebagai model Coaching
TIRTA kepanjangan
dari
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
TIRTA
dapat dijelaskan sebagai berikut:
B. PEMBELAJARAN
BERDIFERENSIASI
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah Praktik
pembelajaran yang menggunakan berbagai strategi mengajar, strategi penilaian,
dan lingkungan kelas disesuaikan dengan kebutuhan semua siswa
Ciri-ciri/Karakteristik
1. Penyesuaian Kurikulum
2. Strategi mengajar yang bervariasi
3. Strategi penilaian per individu murid
4. Bahan ajar disesuaikan sesuai kebutuhan masing-masing siswa
5. Setiap murid berkontribusi dalam pembelajaran
6. Siswa berkembang sesuai karakteristiknya
Pembelajaran
diferensiasi dimulai dengan pemetaan kebutuhan belajar murid dilihat dari 3
aspek, yaitu minat, kesiapan belajar, dan profil belajar. Kebutuhan murid harus
jadi dasar dalam menerapkan strategi diferensiasi. Strategi diferensiasi yang
dapat digunakan yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan
diferensiasi produk.
C.
Hakikat
Pembelajaran Sosial dan Emosional
CASEL (2019) menyebut pembelajaran sosial
emosional (social emotional learning) sebagai sebuah proses dimana anak-anak
dan orang dewasa memahami dan mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan
positif, merasakan dan menunjukkan empati untuk orang lain, membangun dan
memelihara hubungan positif, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Melalui Pembelajaran
Sosial dan Emosional berbasis kesadaran Penuh yang dilaksanakan oleh guru, murid belajar
untuk mengenali dan mengelola emosi mereka; membangun hubungan yang sehat;
menetapkan tujuan yang positif; memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial; membuat
keputusan yang bertanggung jawab, dan memecahkan masalah. Mereka diajarkan
untuk menggunakan berbagai keterampilan kognitif dan interpersonal untuk
mencapai secara etis tujuan yang relevan dan perkembangan sosial. Selanjutnya,
mendukung diciptakan lingkungan untuk mendorong pengembangan dan penerapan
keterampilan ini untuk beberapa pengaturan dan situasi. Ini menunjukkan bahwa
pembelajaran sosial emosional dapat meminimalisir prilaku-prilaku negatif dan
menanamkan perilaku-perilaku positif sehingga terbentuknya karakter unggul pada
anak.
Diagram 1 : Hubungan KSE berbasis kesadaran penuh dengan Wellbeing
D. HUBUNGAN
ANTARA COACHING,
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI, PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL DENGAN MODUL 1
Pada Modul 1
telah kita pelajarai yaitu:
1.1. Refleksi Filosofi Ki Hajar Dewantara : menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya
1.2. Nilai dan Peran Guru Penggerak : sebagai
pembelajar dan pemimpin pembelajaran guru mampu menuntun segala kekuatan murid
1.3. dan 1.4 Visi Guru Penggerak dan budaya
positif : menciptakan ekosistem pembelajaran yang well
being dan budaya positif untuk memenuhi kebutuhan murid
Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa siswa masing-masing memiliki kodrat alam yang maknanya siswa memiliki karakter, minat, bakat, daya pikir, gaya belajar, maupun keunikan lainnya yang berbeda untuk setiap individu. Guru sebagai pendidik harus memastikan bahwa Pembelajaran harus memastikan anak-anak tumbuh berdasarkan kodratinya yang unik. Oleh karena itu guru harus merancang pembelajaran yang mampu mengakomodir siswa yang beragam kemampuannya, minatnya serta kebutuhan belajarnya.
Praktik pembelajaran
yang mampu mengakomodir perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik adalah
pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan suatu cara
berpikir yang sangat penting tentang proses pembelajaran pada abad ke-21,dimana
pendidik memfasilitasi perbedaan-perbedaan individu (peserta didik) tersebut
dalam pembelajaran.
Melalui Pembelajaran Sosial dan
Emosional berbasis kesadaran Penuh yang dilaksanakan oleh guru, murid belajar
untuk mengenali dan mengelola emosi mereka; membangun hubungan yang sehat;
menetapkan tujuan yang positif; memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial; membuat
keputusan yang bertanggung jawab, dan memecahkan masalah. Mereka diajarkan
untuk menggunakan berbagai keterampilan kognitif dan interpersonal untuk
mencapai secara etis tujuan yang relevan dan perkembangan sosial. Selanjutnya,
mendukung diciptakan lingkungan untuk mendorong pengembangan dan penerapan
keterampilan ini untuk beberapa pengaturan dan situasi. Ini menunjukkan bahwa
pembelajaran sosial emosional dapat meminimalisir prilaku-prilaku negatif dan
menanamkan perilaku-perilaku positif sehingga terbentuknya karakter unggul pada
anak.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan
itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat
memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik)
adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan
kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses Coaching, murid
diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan
arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang
‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif
agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.
Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’
kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi
proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dalam membantu murid dalam menyelesaikan masalah di
dalam pembelajaran. Coaching dapat membuat murid menjadi lebih merdeka
dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan
memaksimalkan potensinya. Proses Coaching juga dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi
guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam
belajar.
Proses Coaching merupakan
proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif
dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu,
pertanyaan-pertanyaan dalam proses Coaching juga membuat murid lebih
berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan
potensi dan mengembangkannya. Murid kita di sekolah
tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan.
Pengembangan potensi inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah
pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah
tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan
proses Coaching. Jika proses Coaching berhasil
dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang
mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat
diatasi.
Hubungan antara
Coaching,
pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dengan modul 1
dapat digambarkan seperti di bawah ini :
Diagram 1 : Koneksi Materi Modul 1 dan Modul 2
“Bantinglah otak untuk mencari
ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam
benda besar bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari,
yaitu pelita kehidupan jiwa.”
{Imam Al-Ghazali}