Rabu, 24 Maret 2021

Coaching

 

COACHING

 

A.     COACHING

1.       Pengertian Coaching

Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999) .

Coaching melatih seseorang untuk mengelola cara kerja otaknya sehingga mampu menghasilkan performa yang lebih baik, mampu menjadi pemimpin bagi diri sendiri, mampu menjadi manusia pembelajar, mampu menyesuaikan dengan kondisi sekarang untuk terus berkembang dan tumbuh, serta mampu mengaktualisasikan ide dan pemikirannya sehingga orang tersebut bisa mengandalkan diri sendiri untuk menghasilkan keputusan dan tindakan yang “lebih” baik lagi. Orang yang melakukan Coaching disebut Coach dan orang yang menerima Coaching disebut coachee

2.      Keterampilan yang mendukung Coaching 

Keterampilan Coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita.

a)        Komunikasi asertif

b)       Pendengar aktif

c)        Bertanya efektif

d)       Umpan balik positif

3.      Kompetensi dasar bagi seorang coach 

Selain keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh seorang coach. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:

a.      keterampilan membangun dasar proses Coaching

b.      keterampilan membangun hubungan baik

c.      keterampilan berkomunikasi

d.      keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain.

4.      Perbedaan Coaching, Counseling, dan Mentoring

Dalam Coaching tujuan yang hendak dicapai merupakan tanggung jawab klien, sementara coach bertugas menjadi partner sepanjang proses mencapai tujuan Coaching berfokus terhadap masa depan (move forward. Konseling menekankan kepada pemulihan masa lalu yang selama ini membuat seseorang terjebak di suatu kondisi, sehingga ia sulit mencapai tujuan hidupnya. Sedangkan mentoring adalah proses belajar kepada seseorang yang dianggap lebih ahli dan berpengalaman dalam bidang tertentu.

5.      TIRTA sebagai model Coaching

TIRTA kepanjangan dari
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:


Diagram 1 : Coaching model TIRTA

B.     PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah Praktik pembelajaran yang menggunakan berbagai strategi mengajar, strategi penilaian, dan lingkungan kelas disesuaikan dengan kebutuhan semua siswa

Ciri-ciri/Karakteristik

1.       Penyesuaian Kurikulum

2.      Strategi mengajar yang bervariasi

3.      Strategi penilaian per individu murid

4.      Bahan ajar disesuaikan sesuai kebutuhan masing-masing siswa

5.      Setiap murid berkontribusi dalam pembelajaran

6.      Siswa berkembang sesuai karakteristiknya

Pembelajaran diferensiasi dimulai dengan pemetaan kebutuhan belajar murid dilihat dari 3 aspek, yaitu minat, kesiapan belajar, dan profil belajar. Kebutuhan murid harus jadi dasar dalam menerapkan strategi diferensiasi. Strategi diferensiasi yang dapat digunakan yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk.

 

C.      Hakikat Pembelajaran Sosial dan Emosional 

CASEL (2019) menyebut pembelajaran sosial emosional (social emotional learning) sebagai sebuah proses dimana anak-anak dan orang dewasa memahami dan mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati untuk orang lain, membangun dan memelihara hubungan positif, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Melalui Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran Penuh yang dilaksanakan oleh guru, murid belajar untuk mengenali dan mengelola emosi mereka; membangun hubungan yang sehat; menetapkan tujuan yang positif; memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial; membuat keputusan yang bertanggung jawab, dan memecahkan masalah. Mereka diajarkan untuk menggunakan berbagai keterampilan kognitif dan interpersonal untuk mencapai secara etis tujuan yang relevan dan perkembangan sosial. Selanjutnya, mendukung diciptakan lingkungan untuk mendorong pengembangan dan penerapan keterampilan ini untuk beberapa pengaturan dan situasi. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran sosial emosional dapat meminimalisir prilaku-prilaku negatif dan menanamkan perilaku-perilaku positif sehingga terbentuknya karakter unggul pada anak.

Diagram 1 : Hubungan KSE berbasis kesadaran penuh dengan Wellbeing


D.     HUBUNGAN ANTARA COACHING, PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI, PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL DENGAN MODUL 1

Pada Modul 1 telah kita pelajarai yaitu:

 1.1. Refleksi Filosofi Ki Hajar Dewantara : menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya

1.2. Nilai dan Peran Guru Penggerak : sebagai pembelajar dan pemimpin pembelajaran guru mampu menuntun segala kekuatan murid

1.3. dan 1.4 Visi Guru Penggerak dan budaya positif : menciptakan ekosistem pembelajaran yang well being dan budaya positif untuk memenuhi kebutuhan murid

Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa siswa masing-masing memiliki kodrat alam yang maknanya siswa memiliki karakter, minat, bakat, daya pikir, gaya belajar, maupun keunikan lainnya yang berbeda untuk setiap individu. Guru sebagai pendidik harus memastikan bahwa Pembelajaran harus memastikan anak-anak tumbuh berdasarkan kodratinya yang unik. Oleh karena itu guru harus merancang pembelajaran yang mampu mengakomodir siswa yang beragam kemampuannya, minatnya serta kebutuhan belajarnya.

Praktik pembelajaran yang mampu mengakomodir perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik adalah pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan suatu cara berpikir yang sangat penting tentang proses pembelajaran pada abad ke-21,dimana pendidik memfasilitasi perbedaan-perbedaan individu (peserta didik) tersebut dalam pembelajaran.

Melalui Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran Penuh yang dilaksanakan oleh guru, murid belajar untuk mengenali dan mengelola emosi mereka; membangun hubungan yang sehat; menetapkan tujuan yang positif; memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial; membuat keputusan yang bertanggung jawab, dan memecahkan masalah. Mereka diajarkan untuk menggunakan berbagai keterampilan kognitif dan interpersonal untuk mencapai secara etis tujuan yang relevan dan perkembangan sosial. Selanjutnya, mendukung diciptakan lingkungan untuk mendorong pengembangan dan penerapan keterampilan ini untuk beberapa pengaturan dan situasi. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran sosial emosional dapat meminimalisir prilaku-prilaku negatif dan menanamkan perilaku-perilaku positif sehingga terbentuknya karakter unggul pada anak.

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses Coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dalam membantu murid dalam menyelesaikan masalah di dalam pembelajaran. Coaching dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Proses Coaching juga dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar. 

Proses Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam  dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses Coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi  inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses Coaching. Jika proses Coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.

Hubungan antara Coaching, pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dengan modul 1 dapat digambarkan seperti di bawah ini :

Diagram 1 : Koneksi Materi Modul 1 dan Modul 2



“Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa.”

{Imam Al-Ghazali}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL  (SPLDV) A.     Pengertian persamaan linear dua variabel (PLDV) Persamaan linear dua variabel ialah p...